More

    Ramadan dan Sepak Bola Wanita: Menavigasi Iman dan Performa Tinggi

    Saat ini, kita berada di bulan suci Ramadan, yang berlangsung dari 1 Maret hingga 29 Maret 2025. Hari ini menandai hari ke-16 dari periode sakral ini.

    Ramadan, bulan kesembilan dalam kalender Islam, adalah masa refleksi, spiritualitas, dan kebersamaan bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selama bulan ini, umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa menahan diri dari makan, minum, dan kesenangan fisik lainnya dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Puasa kemudian dibatalkan dengan Iftar setelah matahari terbenam, sementara makanan sebelum fajar, Suhoor, membantu menjaga energi untuk aktivitas sepanjang hari.

    Bagi pesepak bola Muslim, menyeimbangkan tuntutan olahraga profesional dengan kewajiban keagamaan selama Ramadan membutuhkan ketahanan fisik, kekuatan mental, serta dukungan yang semakin meningkat dari klub dan liga.

    Tantangan bagi Pesepak Bola Selama Ramadan

    Bagi atlet elit, puasa menghadirkan tantangan fisiologis yang unik. Dengan jadwal latihan dan pertandingan yang berlangsung sepanjang hari, tidak mengonsumsi makanan, air, atau sumber energi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kelelahan, dehidrasi, serta penurunan daya tahan—semua faktor ini dapat memengaruhi performa dan pemulihan atlet.

    Namun, bagi banyak pesepak bola Muslim, Ramadan bukan hanya ujian ketahanan fisik, tetapi juga waktu untuk penguatan mental dan emosional. Banyak yang menggambarkan puasa sebagai sumber kekuatan spiritual dan disiplin, membantu mereka mempertahankan fokus, komitmen, dan rasa kebersamaan baik di dalam maupun di luar lapangan.

    Cara Pemain dan Klub Beradaptasi Selama Ramadan

    Untuk membantu pemain mempertahankan performa mereka, klub dan tim medis menerapkan berbagai strategi khusus, termasuk:

    • Rencana Nutrisi yang Dioptimalkan: Makanan sebelum dan setelah waktu puasa dirancang dengan cermat untuk memastikan asupan energi dan hidrasi yang seimbang. Ilmuwan olahraga menyarankan agar pemain menghindari konsumsi cairan dalam jumlah besar sekaligus, dan lebih baik mendistribusikan asupan hidrasi secara merata selama jam non-puasa.
    • Penyesuaian Jadwal Latihan: Jika memungkinkan, sesi latihan dipindahkan ke malam hari guna mengurangi aktivitas fisik selama jam puasa. Beberapa pemain juga menyesuaikan rutinitas mereka agar dapat menjalankan kewajiban keagamaan tanpa mengorbankan performa.
    • Pemantauan Medis dan Performa: Ilmuwan olahraga dan staf medis klub bekerja sama dengan pemain yang berpuasa untuk memantau tingkat hidrasi, mencegah kelelahan otot, serta memastikan kondisi fisik tetap optimal.
    • Panduan dari Federasi Sepak Bola: Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) menyediakan rekomendasi pelatihan dan panduan nutrisi bagi pemain Muslim selama Ramadan. Divisi ilmu olahraga resmi mereka menekankan pentingnya hidrasi bertahap dan asupan makanan seimbang untuk mendukung performa yang stabil. DFB juga mengakui bahwa pelatih dan rekan setim memiliki peran penting dalam mendukung pemain yang berpuasa agar mereka tidak merasa terisolasi atau dirugikan.
    • Keputusan Pribadi tentang Puasa: Beberapa pemain memilih untuk tetap berpuasa pada hari pertandingan, sementara yang lain memilih untuk menundanya—sebuah praktik yang diperbolehkan dalam Islam bagi mereka yang memiliki tanggung jawab fisik yang berat.
    Dukungan Liga dan Klub untuk Pemain Muslim

    Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya Ramadan, liga dan klub telah memperkenalkan kebijakan untuk mengakomodasi pemain yang berpuasa, mulai dari penyesuaian jadwal latihan hingga jeda pertandingan untuk berbuka puasa pada malam hari. Namun, dukungan ini masih belum merata, terutama di sepak bola wanita.

    Sepak Bola Wanita dan Ramadan: Peluang untuk Inklusi yang Lebih Besar

    Meskipun sepak bola pria telah memperkenalkan kebijakan progresif untuk mengakomodasi pemain yang berpuasa, sepak bola wanita masih tertinggal dalam hal dukungan terstruktur. Berbeda dengan rekan-rekan pria mereka, banyak tim profesional wanita yang belum memiliki protokol resmi untuk Ramadan, sehingga para pemain harus menavigasi tantangan puasa secara mandiri.

    Namun, peluang untuk meningkatkan inklusivitas dalam sepak bola wanita sangat besar. Seiring berkembangnya olahraga ini secara global, klub dan federasi memiliki kesempatan untuk memimpin dalam hal inklusivitas budaya dan agama, menetapkan preseden bagi tim pria untuk diikuti. Pendekatan yang lebih sistematis, termasuk panduan nutrisi, penyesuaian jadwal latihan, dan kebijakan pertandingan resmi, dapat memastikan bahwa pesepak bola wanita Muslim tidak perlu memilih antara iman dan karier mereka.

    Pada tahun 2022, pemain SC Freiburg, Ereleta Memeti dan Hasret Kayıkçı, berbagi pengalaman mereka dalam berpuasa sambil berkompetisi di level tertinggi. Dalam wawancara dengan SWR, Kayıkçı menekankan bahwa puasa adalah bagian integral dari imannya, dan ia tetap mampu tampil di level elit selama Ramadan. Ia juga menyoroti dukungan dari pelatih serta rekan setimnya, yang menghormati komitmennya terhadap agama dan olahraga.

    Premier League dan Bundesliga: Menjadi Pelopor

    Sejak 2021, Premier League di Inggris telah mengizinkan wasit untuk menghentikan pertandingan saat matahari terbenam agar pemain Muslim dapat berbuka puasa. Pendekatan inklusif ini disambut baik oleh banyak pihak.

    Demikian pula, pada tahun 2022, Bundesliga Jerman memperkenalkan jeda pertandingan bagi pemain yang berpuasa, dengan bek Mainz, Moussa Niakhaté, menjadi salah satu pemain pertama yang mendapatkan izin resmi untuk jeda hidrasi setelah matahari terbenam.

    Sikap Kontroversial Ligue 1 terhadap Ramadan

    Di sisi lain, Ligue 1 Prancis mengambil pendekatan yang berbeda. Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) melarang penghentian pertandingan bagi pemain yang berpuasa, dengan alasan kebijakan sekularisme yang ketat di negara tersebut.

    Salah satu kasus paling terkenal terjadi pada April 2023, ketika bek FC Nantes, Jaouen Hadjam, dikeluarkan dari skuad setelah menolak untuk membatalkan puasanya pada hari pertandingan. Pelatih Antoine Kombouaré menyatakan bahwa meskipun ia menghormati keyakinan agama Hadjam, ia tidak akan memasukkannya dalam skuad selama Ramadan.

    Masa Depan Ramadan dalam Sepak Bola Wanita

    Sementara sepak bola pria telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengakomodasi pemain yang berpuasa, sepak bola wanita masih berada dalam tahap awal penerapan sistem dukungan yang terstruktur. Seiring dengan semakin banyaknya wanita Muslim yang memasuki dunia sepak bola profesional, klub dan federasi harus menyadari peluang untuk perubahan yang lebih proaktif.

    Memperluas program nutrisi, mengembangkan pedoman latihan yang jelas, dan memastikan kebijakan pertandingan yang fleksibel dapat menetapkan standar baru bagi inklusivitas agama dalam olahraga ini.

    Seiring globalisasi sepak bola, kebijakan Ramadan dalam sepak bola wanita dapat menjadi tolok ukur inklusivitas, memastikan bahwa tidak ada pemain yang harus mengorbankan iman demi profesi mereka.

    Poin Penting:
    • DFB telah mengembangkan pedoman pelatihan dan nutrisi resmi bagi pemain yang berpuasa selama Ramadan.
    • Sepak bola wanita memiliki potensi besar untuk memimpin dalam inklusivitas budaya dan agama.
    • Sementara Premier League dan Bundesliga mendukung pemain yang berpuasa, Ligue 1 tetap mempertahankan kebijakan sekularisme yang ketat.
    • Klub dan federasi harus memperluas kebijakan untuk memastikan pesepak bola wanita Muslim mendapatkan dukungan penuh selama Ramadan.
    Fabian Suprayogi
    Fabian Suprayogi
    Entrepreneur, Sports Marketer, & Real Estate Management.

    Related Articles

    Latest Articles